Tata Ruang Indonesia | 13 Design | Contact YuriCyber

Berita baru


Mengembangkan Wisata Pulau Tidung


Halo Pulau Tidung...

Saya baru saja main ke Pulau Tidung, dari sana saya membawa cerita dan foto2 untuk teman2 saya di Jakarta. Mereka antusias sekali dan nampaknya siap2 saja Pulau Tidung kebanjiran wisatawan muda2 lokal maupun internasional. Ini positif dan bagus sekali! Saya ingin memberikan 2 saran semoga berkenan..

1. Masalah akses transportasi. Mungkinkah jika akses kapal ke sana dipisah dari Muara Angke. Muara Angke ini padat dan bau sekali mengingat pasar ikan, kalau saja ada dermaga lain dekat2 situ.. mungkin akan lebih layak. Lebih bersih dan bisa menitipkan kendaraan. Gak pa pa lebih mahal asal lebih nyaman. Misalnya 50 ribu per trip

2. Saya melihat Pulau Tidung ini kuat ajaran Islam nya.. mohon dipertahankan.. Jangan sampai ada kesan bahwa pulau yg bagus harus ada bar atau kehidupan malam-nya. Ada baiknya kesenian2 betawi / sunda / makasar / dll dijadikan pertunjukkan rutin akhir minggu buat para wisatawan..  Dengan demikian aktifitas pariwisata bisa lebih
bervariasi..

Semoga Pulau Tidung bisa terus maju dan menjadi obyek wisata alternatif yang menarik

Perlu Strategi Menyelamatkan Harimau Sumatra
(Berita Daerah - Sumatra) - Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu jenis harimau yang tersisa di Indonesia dan hidup di kawasan hutan yang terfragmentasi dan terisolasi satu dengan lainnya di Pulau Sumatera.

Sebelumnya Indonesia memiliki tiga dari delapan anak jenis harimau yang ada di dunia, namun dua di antaranya yaitu harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali (Panthera tigris balica) sudah punah.

Kedua jenis harimau yang ada di Jawa dan Bali tersebut telah dinyatakan punah, masing-masing pada 1940an dan 1980an, kata Koodinator Forum Harimau Kita, Hariyo T Wibisono.

Forum Harimau Kita yang berupakan salah satu kelompok kerja yang ada di Indonesia kini secara serius mengamati populasi harimau Sumatera, memperkirakan 30 tahun lagi hewan langka dan dilindungi tersebut akan punah.

"20 hingga 30 tahun lagi harimau Sumatera bisa habis dan punah, jika hutan tempat mereka hidup dan berkembang biak, dirambah dan tergerus oleh perluasan lahan perkebunan serta meningkatnya perburuan liar satwa langka," kata Hariyo.

Untuk itu bila hal diatas tidak disikapi maka besar kemungkinan semuanya akan terjadi seperti yang dialami harimau di Jawa dan Bali.

Sejak 1996, harimau Sumatera sudah dikategorikan sebagai satwa yang sangat terancam kepunahannya (critically endangered) oleh IUCN (Cat Specialist Group 2002) atau lembaga peneliti kucing besar.

Data pada 1992, populasi harimau Sumatera diperkirakan hanya tersisa 400 ekor lagi yang hidup di lima Taman Nasional yakni Gunung Leuser, Kerinci Seblat, Way Kambas dan Bukit Barisan Selatan serta dua Suaka Margasatwa (Kerumutan dan Rimbang).

Sementara itu sekitar 100 ekor lainnya berada di luar ketujuh kawasan konservasi tersebut hasil penelitian PHPA pada 1994, dan jumlah tersebut diduga terus menurun.

Hal itulah yang membuat `World bank` bersama pemerintah Provinsi Jambi mencoba mengelar `Workshop` regional se Sumatera tentang Harimau Sumatera, di Jambi beberapa hari lalu.

Workshop tersebut dihadiri dari peserta seluruh Sumatera baik dari intansi terkait maupun kelompok kerja, LSM maupun masyarakat dan tokoh adat setempat.

Mereka membahas bersama bagaimana upaya yang dilakukan pemerintah daerah dan seluruh elemen masyarakat bisa tetap melestasikan menjaga kepunahan harimau tersebut di Pulau Sumatera.

Sementara itu Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi, Didi Wurjanto mengatakan,sebagai upaya penyelamatan harimau Sumatera dari kepunahan, maka pemerintah bersama pihak terkait telah mencoba menerbitkan dokumen rencana aksi konservasi harimau Sumatera pada 1994.

Kemudian pada 2007, pemerintah bersama para pihak sepakat untuk menyusun dan merevisi kembali dokumen ini menjadi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau untuk 10 tahun ke depan sesuai dengan situasi saat ini.

Strategi dan rencana aksi konservasi harimau Sumatera atau selanjutnya disebut aksi nasional, setelah dibuat untuk pelaksanaan program aksi konservasi harimau Sumatera pada 2007 hingga 2017.

Sejumlah kegiatan telah dilaksanakan oleh para pihak, termasuk Pemerintah di tingkat regional, nasional dan LSM serta pihak lainnya, untuk keefektifan pelaksanaan kebijakan rencana aksi di Indonesia maka dibutuhkan pemahaman.

Ancaman

Sedangkan perwakilan `world bank` Erwinsyah mengatakan, ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau karena aktivitas manusia, terutama alih fungsi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan seperti perkebunan, pertambangan, perluasan permukiman, transmigrasi dan pembangunan infrastruktur lainnya.

Selain mengakibatkan fregmentasi habitat, berbagai aktivitas tersebut juga sering memicu konflik antara harimau dengan manusia, sehingga menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan tersingkirnya harimau dari habitatnya.

Bentuk lain aktivitas manusia yang secara langsung yang mengakibatkan tersingkirnya satwa kharismatik ini dari habitat alaminya adalah perburuan serta perdagangan ilegal harimau sumatera dan produk turunannya.

Kemudian kemiskinan masyarakat sekitar hutan dan tingginya permintaan komersial dari produk ilegal harimau mulai dari kulit, tulang, taring serta daging yang mendorong meningkatkan perburuan satwa tersebut.

Asisten daerah III Kabupaten Muarojambi, Aspan Effendi juga mengatakan, harimau sumatera merupakan satwa langka dilindungi undang-undang dan merupakan maskot Provinsi Jambi yang dibanggakan.

Akibat adanya kegiatan pembukaan hutan, penebangan liar dan sebagainya telah membuat habitat harimau sempit dan hal ini menyebabkan terjadinya konflik antara harimau dan manusia.

Oleh karena itu perlu adanya upaya penanganan konflik dan dalam upaya menyelesaikan konflik harimau dan manusia ini perlu dirumuskan langkah-langkah bijaksana yang dibarengi dengan persamaan persepsi dan komitmen dari semua pihak.

Ikue Sri Rezeki, yang mewakili Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ditjen PHKA, Departemen Kehutanan, memaparkan kebijakan yang terkait dengan konservasi harimau sumatera di antaranya UU No5 tahun 1990 tenang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).

Untuk mendukung UU No5 tahun 1990, pemerintah juga mengeluarkan UU No 5 tahun 1994 tentang ratifikasi konvensi PBB mengenai keanekaragaman hayati.

Pemerintah juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah No7/1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa harimau Sumatera sebagai salah satu satwa dilindungi.

Sedangkan untuk mengatasi masalah konflik antara harimau dengan manusia , pemerintah melalui menteri kehutanan mengeluarkan peraturan tentang pedoman penanggulangan konflik antara manusia dengan satwa liar, serta masih ada lagi peraturan pemerintah yang melindungi satwa langka.

Dalam Peraturan menteri kenutanan (Permenhut) Nomor 42/2007, tentang strategi konservasi dan rencana aksi harimau sumatera 2007-2017 sebagai pedoman untuk meningkatkan usaha pelestarian harimau berserta habitatnya.

Kebijakan nasional terkait konservasi harimau sumatera sejalan dengan rencana konservasi harimau internasional, di mana harapannya mulai 2007, populasi harimau beserta habitatnya tidak menurun atau dapat dipertahankan.

Tujuan dari strategi dan rencana aksi konservasi harimau sumatera 2007-2017 sesuai peraturan pemerintah adalah memberikan arahan kepada pelaku pembangunan dan pihak terkait lainnya dalam mengelola konservasi harimau pada kawasan yang bersinggungan dengan bentangan alam harimau sumatera.

Didi kembali mengatakan, pada zaman dahulu telah terjadi hubungan baik antara harimau dengan manusia, dengan ditunjukkannya kehidupan yang tidak saling mengganggu.

Ketika menjadi konflik, pembunuhan harimau bukanlah pilihan yang tepat untuk dijadikan solusi, harimau menjadi satwa yang dilindungi UU sehingga solusi yang diambil juga sesuai dengan undang-undang.

Populasi

Harimau sumatera yang hidup di sejumlah kawasan hutan di Pulau Sumatra diperkirakan tinggal 500 hingga 600 ekor lagi hal itu terungkap pada pertemuan regional membahas harimau Suamtera, di Jambi beberapa waktu lalu.

Berdasarkan survei sebelumnya, Forum Harimau Kita yang memiliki anggota 57 organisasi di berbagai daerah di seluruh Indonesia, mencatat pada 1978 jumlah binatang buas tersebut ada sekitar seribuan ekor lagi.

Namun seiring dengan berkembangnya perusahaan perkebunan dan pembangunan, pada 1987 jumlahnya menurun menjadi sekitar 800 ekor dan terus menurun pada 1992 hingga sekarang yang tercatat tersisa kurang lebih 600 ekor.

Menurunnya populasi harimau Sumatra tersebut karena berbagai alasan,di antaranya terus meningkatnya konversi lahan perkebunan demi pembangunan, perburuan satwa liar yang masih sering terjadi serta terjadinya konflik antara harimau dengan manusia.

Selain itu, data konflik harimau dengan manusia yang dicatat oleh Forum Harimau Kita mulai dari 1978 hingga 1999 terjadi sebanyak 146 kasus, di mana sejak 1998 hingga 2002 ada sebanyak 38 ekor harimau yang terbunuh dengan sia-sia di dalam hutan.

Kemudian dari konflik tersebut, jumlah korban jiwa yang meninggal atau terbunuh akibat terjadinya konflik harimau dengan manusia sebanyak 40 kasus yang dicatat mulai 2002 hingga 2004, sedangkan ada 50 kasus konflik harimau dengan manusia di Sumatra mulai dari 2005 hingga 2007.

Survei tersebut hanya dilakukan pada tiga provinsi di Sumatra yakni di Nangroe Aceh Darusallam, Riau dan Lampung.

"Sedangkan di Provinsi Jambi dan beberapa daerah lainnya sampai saat ini belum dilakukan survei," kata Hariyo usai menjadi pembicara pada acara "workshop" regional Harimau Sumatra di Jambi, 8-9 Desember 2009. `

Workshop` regional tentang harimau Sumatera tersebut dihadiri beberapa peserta, baik pemerintah daerah setempat maupun warga atau masyarakat adat seperti dari Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan, Lampung dan tuan rumah Jambi.

Pertemuan tentang harimau Sumatra di Jambi tersebut digelar atas kerja sama dengan Bank Dunia dengan pembicara dari beberapa daerah dan beberapa LSM lingkungan hidup serta intansi terkait seperti Balai konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di Sumatra dan Dinas Kehutanan

Sementara itu Forum Harimau Kita minta kepada pemerintah segera merevisi Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE) karena sanksi hukum bagi pelanggar tidak membuat jera pelaku untuk melakukan aksi kejahatannya.

Horiyo T Wibisono mengatakan, sudah saatnya pemerintah merevisi UU tersebut karena jika masih terus diberlakukan, tidak akan memberi efek jera kepada para pelaku pelanggar tindak kejahatan UU No.5 tahun 1990 tersebut.

Semakin banyaknya pelaku kejahatan yang melanggar UU terkesan tidak membuat mereka jera untuk melakukan aksinya kembali seperti berburu dan membunuh satwa langka dan dilindungi yang ada di Indonesia saat ini.

"Seperti yang terjadi di beberapa daerah, misalnya di Jambi, pembunuh harimau dan perdagangan kulit dan tulang harimau Sumatra hanya dihukum lima tahun, ringannya hukuman itu bisa membuat pelaku kembali melakukan tindak kejahatan yang sama," kata Horiyo.

Pulau Sumatra yang memiliki kekhasan hayati dan ekosistemnnya seperti harimau Sumatra, yang sudah mulai berkurang populasinya, maka diperlukan revisi UU tersebut.

Selain tidak membuat efek jera bagi pelakunya, dari sisi hukuman kurungan penjara, juga bagi orang yang mendanai atau cukong aksi perburuan satwa liar tersebut denda materinya pun masih terlalu ringan bagi orang kaya yang menjadi pendukung dana.

Bagaimana mau menghukum pelakunya bila hukuman penjara dan meterialnya tidak membuat efek jera para pelaku, diharapkan pemerintah bisa merevisi UU No, 5 tahun 1990 tengang KSDAHE.

Selain itu, ke depan diharapkan intansi terkait seperti kepolisian, kehutanan, kejaksaan dan pengadilan dapat menerapkan keputusan yang paling bijak, sehingga para pelaku bisa mendapatkan efek jera.

Selama ini masih ada perbedaan penerapan hukuman bagi pelaku kejahatan dan UU No. 5 tahun 1990 tersebut di antara kejaksaan atau kepolisian dan hakim pengadilan tidak bisa mengambil keputusan yang bijak.

Adanya revisi dan persamaan persepsi dalam undang-undang yang baru nanti, diharapkan bisa membuat jera para pelaku kejahatan dan tidak mengulangi lagi serta hewan langka dan dilindungi juga terselamatkan populasinya.

Forum Harimau Kita yang merupakan salah satu kelompok kerja yang bertugas menyelamatkan dan melindungi harimau Sumatra dari kepunahan tetap berjuang untuk bisa merevisi UU No.5 tahun 1990 tentang KSDAHE dan Ekosistemnya kepada pemerintah

Harimau Sumatera dibandingkan harimau lainnya mempunyai ukuran tubuh lebih pendek, lebih kecil tetapi mempunyai kekuatan lebih besar, dimana harimau Sumatera bisa menyeret mangsanya yang berat badannya 2-3 kali lipat berat badannya, dan apakah kita masih bisa mlihat harimau sumatera pada 30 tahun mendatang?